UNSUR INTRINSIK
dalam
SEBUAH KARYA SASTRA
1.Tema
Tema berasal dari bahasa Yunani
“thithenai”, berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah
ditempatkan.
Tema merupakan persoalan utama yang
diungkapkan oleh seorang pengarang dalam sebuah karya sastra, seperti cerpen,
novel, ataupun suatu karya tulis. Tema juga dapat dikatakan sebagai suatu
gagasan pokok atau ide dalam membuat suatu tulisan.
Beberapa sumber mengatakan, pengertian
tema dalam karang-mengarang dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari sudut
karangan yang telah selesai dan dari proses penyusunan karangan itu sendiri.
Dilihat dari sudut karangan yang telah
selesai, tema adalah suatu amanat yang disampaikan oleh penulis melalui
karangannya. Sedangkan dari segi proses penulisan, tema adalah suatu perumusan
dari topic yang akan dijadikan landasan pembicaraan dan tujuan yang akan
dicapai melalui topic tadi. Hasil perumusan tema bisa dinyatakan dalah sebuah
kalimat singkat, tetapi dapat pula mengambil bentuk berupa sebuah alinea,
ikhtisar-ikhtisar, dan kadang-kadang ringkasan.
Panjang tema tergantung dari berapa
banyak hal yang akan disampaikan sebagai perincian dari tujuan utama.
Perbandingan antara tema dengan karangan dapat disamakan dengan hubungan antara
sebuah kalimat dan gagasan utama kalimat yang terdiri dari subjek dan predikat.
Begitu juga kedudukan tema secara konkrit dapat dilihat dalama hubungan antara
kalimat topic dan alinea. Kalimat topic merupakan tema dari alinea itu,
sedangkan kalimat lain hanya berfungsi untuk memperjelas kalimat topic atau
tema alinea tersebut.
Ciri-ciri tema, antara lain.1.Dalam
novel dan cerpen, tema biasanya dapat dilihat melalui persoalan yang
dikemukakan.
2. Tema juga dapat dilihat melalui cara-cara watak itu bertentangan satu sama lain, bagaimana cerita diselesaikan.
3. Tema dapat dikesan melalui peristiwa, kisah, suasana dan unsur lain seperti nilai kemanusiaan yang terdapat dalam cerita, plot cerita, perwatakan watak-watak dalam sebuah cerita.
2. Tema juga dapat dilihat melalui cara-cara watak itu bertentangan satu sama lain, bagaimana cerita diselesaikan.
3. Tema dapat dikesan melalui peristiwa, kisah, suasana dan unsur lain seperti nilai kemanusiaan yang terdapat dalam cerita, plot cerita, perwatakan watak-watak dalam sebuah cerita.
Contoh tema misalnya Tema Kemerdekaan,
Tema Ramadhan, Tema Idul Fitri, Tema Natal, Tema Global Warming, Tema
Penghijauan, Tema Sekolah, Tema Tempo dulu dan lain sebagai nya
2.Latar
1. Tempat waktu
ataupun suasana terjadinya peristiwa yang dialami dalam cerpen tersebut.
2. Sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
3. Latar merupakan background sebuah cerita, tempat kejadian, daerah penuturan atau wilayah yang melingkupi sebuah cerita.
4. Tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
5. Tempat dan waktu (di mana dan kapan) suatu ceritera terjadi. Yang harus diperhatikan dalam latar adalah tidak hanya segi fisik dari latar itu. Latar sebenarnya memberikan informasi yang sangat penting tentang keadaan masyarakat dimana ceritera itu terjadi pada waktu itu.
6. Segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita.
2. Sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
3. Latar merupakan background sebuah cerita, tempat kejadian, daerah penuturan atau wilayah yang melingkupi sebuah cerita.
4. Tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
5. Tempat dan waktu (di mana dan kapan) suatu ceritera terjadi. Yang harus diperhatikan dalam latar adalah tidak hanya segi fisik dari latar itu. Latar sebenarnya memberikan informasi yang sangat penting tentang keadaan masyarakat dimana ceritera itu terjadi pada waktu itu.
6. Segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita.
Macam-macam Latar
1. Latar Tempat
Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita. Penggambaran latar tempat ini hendaklah tidak bertentangan dengan realita tempat yang bersangkutan, hingga pembaca (terutama yang mengenal tempat tersebut) menjadi tidak yakin dengan apa yang kita sampaikan.
2. Latar Waktu
Latar Waktu menggambarkan kapan sebuah peristiwa itu terjadi. Dalam sebuah cerita sejarah, hal ini penting diperhatikan. Sebab waktu yang tidak konsisten akan menyebabkan rancunya sejarah itu sendiri. Latar waktu juga meliputi lamanya proses penceritaan
3. Latar Sosial
Latar sosial mencakup hal-hal yang berhubungan dengan kondisi tokoh atau masyarakat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Termasuk di dalamnya adat istiadat, keyakinan, perilaku, budaya, dan sebagainya. Latar sosial sangat penting diketahui secara benar sebagaimana latar tempat, sebab hal ini berkaitan erat dengan nama, bahasa dan status tokoh dalam cerita.
3.SUDUT
PANDANG
Apa
yang anda lihat dan rasakan ketika menonton sepak bola? Sebagai penonton,
perasaan anda jelas berbeda dengan apa yang dilihat dan dirasa oleh si pemain
yang timnya menang atau malah si pemain yang timnya kalah. Akibat dari kejadian
itupun akan berbeda bagi anda, si pemain yang menang, dan si pemain yang kalah.
Oleh sebab itu sudut pandang adalah krusial dalam mempengaruhi penyajian cerita
dan alurnya. Sudut pandang (point of view) sendiri memiliki pengertian sebagai
cara penulis menempatkan dirinya di dalam cerita. Secara mudah, sudut pandang
adalah teknik yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya. Berikut ini
macam–macamnya:
1. Sudut
Pandang Orang Pertama sebagai Pelaku Utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si ”aku” menjadi tokoh utama (first person central).
Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si ”aku” menjadi tokoh utama (first person central).
Contoh:
Pagi ini begitu cerah hingga mampu mengubah suasana jiwaku yang tadinya penat karena setumpuk tugas yang masih terbengkelai menjadi sedikit teringankan. Namun, aku harus segera bangkit dari tidurku dan bergegas mandi karena pagi ini aku harus meluncur ke Kedubes Australia untuk mengumpulkan berita yang harus segera aku laporkan hari ini juga.
Pagi ini begitu cerah hingga mampu mengubah suasana jiwaku yang tadinya penat karena setumpuk tugas yang masih terbengkelai menjadi sedikit teringankan. Namun, aku harus segera bangkit dari tidurku dan bergegas mandi karena pagi ini aku harus meluncur ke Kedubes Australia untuk mengumpulkan berita yang harus segera aku laporkan hari ini juga.
2. Sudut
Pandang Orang Pertama sebagai Pelaku Sampingan
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ”aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku”tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.
Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ”aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku”tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.
Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
Contoh:
Deru beribu-ribu kendaraan yang berlalu-lalang serta amat membisingkan telinga menjadi santapan sehari-hariku setelah tiga bulan aku tinggal di kota metropolitan ini. Memang tak mudah untuk menata hati dan diriku menghadapi suasana kota besar, semacam Jakarta, bagi pendatang seperti aku. Dulu, aku sempat menolak untuk dipindahkan ke kota ini. Tapi, kali ini aku tak kuasa untuk menghindar dari tugas ini, yang konon katanya aku sangat dibutuhkan untuk ikut memajukan perusahaan tempatku bekerja.
Ternyata, bukan aku saja yang mengalami mutasi kali ini. Praba, teman satu asramaku , juga mengalami hal yang sama. Kami menjadi sangat akrab karena merasa satu nasib, harus beradaptasi dengan suasana Kota Jakarta.
“Aku bisa stress kalau setiap hari harus terjebak macet seperti ini. Apakah tidak upaya dari Pemkot DKI mengatasi masalah ini! Rasanya, mendingan posisiku seperti dulu asal tidak di kota ini!” umpatnya.
Deru beribu-ribu kendaraan yang berlalu-lalang serta amat membisingkan telinga menjadi santapan sehari-hariku setelah tiga bulan aku tinggal di kota metropolitan ini. Memang tak mudah untuk menata hati dan diriku menghadapi suasana kota besar, semacam Jakarta, bagi pendatang seperti aku. Dulu, aku sempat menolak untuk dipindahkan ke kota ini. Tapi, kali ini aku tak kuasa untuk menghindar dari tugas ini, yang konon katanya aku sangat dibutuhkan untuk ikut memajukan perusahaan tempatku bekerja.
Ternyata, bukan aku saja yang mengalami mutasi kali ini. Praba, teman satu asramaku , juga mengalami hal yang sama. Kami menjadi sangat akrab karena merasa satu nasib, harus beradaptasi dengan suasana Kota Jakarta.
“Aku bisa stress kalau setiap hari harus terjebak macet seperti ini. Apakah tidak upaya dari Pemkot DKI mengatasi masalah ini! Rasanya, mendingan posisiku seperti dulu asal tidak di kota ini!” umpatnya.
3. Sudut
Pandang Orang Ketiga Serbatahu
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ”dia”yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ”dia”yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
Contoh:
Sudah genap satu bulan dia menjadi pendatang baru di komplek perumahan ini. Tapi, belum satu kali pun dia terlihat keluar rumah untuk sekedar beramah-tamah dengan tetangga yang lain, berbelanja, atau apalah yang penting dia keluar rumah.
“Apa mungkin dia terlalu sibuk, ya?” celetuk salah seorang tetangganya. “Tapi, masa bodoh! Aku tak rugi karenanya dan dia juga tak akan rugi karenaku.”
Pernah satu kali dia kedatangan tamu yang kata tetangga sebelah adalah saudaranya. Memang dia sosok introvert, jadi walaupun saudaranya yang datang berkunjung, dia tidak bakal menyukainya.
Sudah genap satu bulan dia menjadi pendatang baru di komplek perumahan ini. Tapi, belum satu kali pun dia terlihat keluar rumah untuk sekedar beramah-tamah dengan tetangga yang lain, berbelanja, atau apalah yang penting dia keluar rumah.
“Apa mungkin dia terlalu sibuk, ya?” celetuk salah seorang tetangganya. “Tapi, masa bodoh! Aku tak rugi karenanya dan dia juga tak akan rugi karenaku.”
Pernah satu kali dia kedatangan tamu yang kata tetangga sebelah adalah saudaranya. Memang dia sosok introvert, jadi walaupun saudaranya yang datang berkunjung, dia tidak bakal menyukainya.
4. Sudut
Pandang Orang Ketiga Terbatas.
Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.
Contoh:
Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. (Lagu Malam Braga – Kurnia Effendi)
Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.
Contoh:
Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. (Lagu Malam Braga – Kurnia Effendi)
4.Alur
Alur• Alur atau Plot adalah rangkaian
peristiwa dari awal sampai klimaks
serta penyelesaian yang dijalin berdasarkan hubungan urutan waktu atau hubungan
sebab akibat sehingga membentuk keutuhan cerita• Macam – macam alur cerita
berdasarkan susunannya ialah : 1. Alur maju 5. Alur campuran 2. Alur mundur 6.
Alur gabungan 3. Alur flashback/ sorot balik 7. Alur klimaks 4. Alur anti
klimaks 8. Alur kronologis
Tahapan
– tahapan alur cerita :• Paparan (exposition) : tahapan pengenalan awal cerita•
Rangsangan (inciting moment) : tahapan munculnya peristiwa yang mengawali
timbulnya gawatan• Gawatan (rising action): tahapan munculnya tanda – tanda
konflik• Pertikaian (conflict): tahapan ketika konflik mulai memuncak• Klimaks
(climax): tahapan ketika konflik mencapai puncaknya• Peleraian (falling
action): tahapan pemecahan masalah dari konflik yang terjadi• Penyelesaian
(denouecument) : tahapan akhir suatu cerita yang merupakan penyelasaian masalah
Macam –
macam alur
a.Alur Maju (Progesi)• Alur maju (Progesi)
adalah sebuah alur yang memiliki klimaks di akhir cerita dan merupakan jalinan/
rangkaian peristiwa dari masa kini ke masa lalu yang berjalan teratur dan
berurutan sesuai dengan urutan waktu kejadian dari awal sampai akhir cerita•
Disebut juga alur Krognitif• Tahapannya : a. Awal b. Peruwitan c. Klimaks d.
Antiklimaks e. Akhir
Contoh
cerpen : Gadis kecil bernama Marsha yang tinggal dengan ibunya ingin pergi ke
hutan untuk mencari jamur. Marsha mulai masuk ke dalam hutan. Tak lama kemudian
Marsha tersesat dan menemukan sebuah rumah kecil, yakni rumah seekor beruang.
Marsha tak diperbolehkan oleh si beruang untuk pulang ke rumah dan harus terus
melayaninya. Marsha berusaha memikirkan cara pulang. Dia membakar kacang polong
dan berpura – pura meminta bantuan beruang untuk mengantar kacang polong ke
ibunya. Dia memindah kacang polong dan masuk ke keranjang, dan si beruang
membawanya ke Desa. Akhirnya Marsha dapat bertemu ibunya kembali. .........
Dari cerpen di atas dapat kita tentukan bahwa
memiliki alurmaju karena : a. Awal : Gadis kecil bernama Marsha yang tinggal
dengan ibunya. b. Peruwitan : Tak lama kemudian Marsha tersesat dan menemukan
sebuah rumah kecil, yakni rumah seekor beruang. c. Klimaks : Marsha tak
diperbolehkan oleh si beruang untuk pulang ke rumah dan harus terus
melayaninya. d. Antiklimaks : Marsha masuk ke keranjang, dan si beruang
membawanya ke Desa. e. Akhir : Akhirnya Marsha dapat bertemu ibunya kembali.
b.Alur Mundur (Regresi)• Alur mundur (Regresi)
adalah sebuah alur yang menceritakan tentang masa lampau yang memiliki klimaks
di awal cerita dan merupakan jalinan/ rangkaian peristiwa dari masa lalu ke
masa kini yang disusun tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian dari awal
sampai akhir cerita• Disebut juga alur tak Krognitif• Tahapannya : a. Akhir b.
Antiklimaks c. Klimaks d. Peruwitan e. Awal
Contoh cerpen : Lia bercerita kepada Ani
tentang pengalamannya di pasar. “Aku mengejar seorang pencuri yang mencuri
dompet Bu Laksmi di pasar tadi pagi. Untungnya aku berhasil menangkap si
pencuri dan mengembalikan dompet Bu Laksmi. Aku dapat menolong Bu Laksmi dengan
cepat karena aku berada di samping Bu Laksmi ketika dompetnya dicuri. Bu Laksmi
juga berkata bahwa tadi si pencuri berada di belakang Bu Laksmi ketika ia
berangkat ke pasar”, kata Lia. ......
Dari cerpen di atas dapat kita tentukan bahwa
memiliki alurmundur karena : a. Akhir : Lia bercerita kepada Ani tentang
pengalamannya di pasar b. Antiklimaks : Aku mengejar seorang pencuri yang
mencuri dompet Bu Laksmi di pasar tadi pagi c. Klimaks : Untungnya aku berhasil
menangkap si pencuri dan mengembalikan dompet Bu Laksmi d. Peruwitan : Aku
dapat menolong Bu Laksmi dengan cepat karena aku berada di samping Bu Laksmi
ketika dompetnya dicuri. e. Awal : Si pencuri berada di belakang Bu Laksmi
ketika ia berangkat ke pasar
c. Alur Campuran (maju-mundur)• Alur
Campuran adalah alur yang diawali klimaks, kemudian melihat lagi masa lampau
dan dilanjutkan sampai pada penyelesaian yang menceritakan banyak tokoh utama
sehingga cerita yang satu belum selesai kembali ke awal untuk menceritakan
tokoh yang lain.• Disebut juga alur Maju - Mundur• Tahapannya : a. Klimaks b.
Peruwitan c. Awal d. Antiklimaks e. Penyelesaian
Contoh
cerpen : Suara klakson bersahut-sahutan. Kulirik arloji, hampir jam setengah
enam petang. Pantas. Para pengklakson ini pasti perindu rumah. Din...din...Aku
maju sedikit. Bukannya tak mau berisik. Aku cuma tak mau pulang cepat. Aku
bukanlah seorang perindu rumah. Tes tes... . Gerimis menderas. Sudah dua puluh
menit aku dalam perjalanan ini. Aku menepi di bawah pohon tua, hendak memakai
jas. “Siapa yang salah? Aku? Iya?” “Ya jelas!” “Jelas apa???” “Kan anak kita
ada empat, Mas!” “Empat??Anak kita cuma tiga!” “Jadi, Mas menyalahkan Rina?”
“Ya!!!” “Tapi Rina kan sekarang anakmu juga, Mas” “Rina tidak akan pernah jadi
anakku!! “ “Mas jahat!!” teriak ibu sambil berlari. Aku masih dibawah pohon tua
ini. Mengapa aku harus pulang ke rumah?? Ahh, Dewi Petir, sambarlah aku
sekarang, agar aku bisa mati saat ini juga!! .........
Dari cerpen di atas dapat kita tentukan bahwa
memiliki alurCampuran karena : a. Klimaks : Suara klakson bersahut-sahutan.
Kulirik arloji, hampir jam setengah enam petang. b. Peruwitan : Aku cuma tak
mau pulang cepat. Aku bukanlah seorang perindu rumah. c. Awal : “Ayah dan ibu
Rina bertengkar di rumah” d. Antiklimaks : Aku masih dibawah pohon tua ini.
Mengapa aku harus pulang ke rumah?? e. Penyelesaian : Ahh, Dewi Petir,
sambarlah aku sekarang, agar aku bisa mati saat ini juga !!
5.Tokoh
& Penokohan
Istilah tokoh dan penokohan menunjuk pada
pengertian yang berbeda. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita.
Penokohan dan karakteristik menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu
dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita.
Pengertian Tokoh
Menurut Aminudin (2002: 79) tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Istilah tokoh mengacu pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 1995: 165). Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita rekaan. Menurut Sudjiman (1988: 16) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1995:165) tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tokoh cerita adalah individu rekaan yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh Utama
Menurut Sudjiman (1988:17-18) berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peran pemimpin disebut tokoh utama atau protagonis. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita, ia bahkan menjadi pusat sorotan dalam kisahan.
Menurut Nurgiyantoro (1995:176) berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalan novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.
Tokoh utama dapat saja hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan, tetapi tokoh utama juga bisa tidak muncul dalam setiap kejadian atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat kaitannya, atau dapat dikaitkan dengan tokoh utama. Tokoh utama dalam sebuah novel, mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.
Penentuan tokoh utama dalam sebuah cerita dapat dilakukan dengan cara yaitu tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.
Pembaca dapat menentukan tokoh utama dengan jalan melihat keseringan pemunculannya dalam suatu cerita. Selain lewat memahami peranan dan keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama dapat juga melalui petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya. Selain itu lewat judul cerita juga dapat diketahui tokoh utamanya (Aminudin, 2002:80).
Penokohan dan Perwatakan
Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Sudjiman (1988:22) watak adalah kualitas nalar dan jiwa tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut penokohan.
Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh tersebut, sedangkan perwatakan berhubungan dengan bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penokohan adalah penggambaran atau pelukisan mengenai tokoh cerita baik lahirnya maupun batinnya oleh seorang pengarang. Menurut Nurgiyantoro (1995:194-210) ada dua penggambaran perwatakan dalam prosa fiksi yaitu sebagai berikut:
1. Secara eksplositori
Teknik eksplositori sering juga disebut sebagai teknik analitis, yaitu pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan diskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya yang mungkin berupa sikap, sifat watak, tingkah laku atau bahkan ciri fisiknya.
2. Secara dramatik
Penampilan tokoh cerita dalan teknik dramatik dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Wujud penggambaran teknik dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, di antaranya adalah:
a. Teknik cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.
b. Teknik tingkah laku
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya.
c. Teknik pikiran dan perasaan
Pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya juga. Bahkan pada hakikatnya, pikiran dan perasaannyalah yang kemudian diejawantahkan menjadi tingkah laku verbal dan nonverbal.
d. Teknik arus kesadaran
Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, dimana tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams dalam Nurgiyantoro 1995:206).
e. Teknik reaksi tokoh lain
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa rangsangan dari luar diri tokoh yang bersangkutan.
f. Teknik pelukisan latar
Suasana latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh.
g. Teknik pelukisan fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Misalnya, bibir tipis menyaran pada sifat ceriwis dan bawel.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penokohan dapat diwujudkan dengan cara langsung dan cara tidak langsung. Secara langsung berarti pengarang secara langsung mengungkap watak tokoh dalam ceritanya. Sedangkan secara tidak langsung, pengarang hanya menampilkan pikiran-pikiran, ide-ide, pandangan hidup, perbuatan, keadaan fisik, dan ucapan-ucapannya dalam sebuah cerita. Dengan demikian penggambaran watak secara tidak langsung pembacalah yang menyimpulkan watak tokoh dalam cerita yang dibacanya
Pengertian Tokoh
Menurut Aminudin (2002: 79) tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Istilah tokoh mengacu pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 1995: 165). Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita rekaan. Menurut Sudjiman (1988: 16) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1995:165) tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tokoh cerita adalah individu rekaan yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh Utama
Menurut Sudjiman (1988:17-18) berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peran pemimpin disebut tokoh utama atau protagonis. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita, ia bahkan menjadi pusat sorotan dalam kisahan.
Menurut Nurgiyantoro (1995:176) berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalan novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.
Tokoh utama dapat saja hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan, tetapi tokoh utama juga bisa tidak muncul dalam setiap kejadian atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat kaitannya, atau dapat dikaitkan dengan tokoh utama. Tokoh utama dalam sebuah novel, mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.
Penentuan tokoh utama dalam sebuah cerita dapat dilakukan dengan cara yaitu tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.
Pembaca dapat menentukan tokoh utama dengan jalan melihat keseringan pemunculannya dalam suatu cerita. Selain lewat memahami peranan dan keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama dapat juga melalui petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya. Selain itu lewat judul cerita juga dapat diketahui tokoh utamanya (Aminudin, 2002:80).
Penokohan dan Perwatakan
Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Sudjiman (1988:22) watak adalah kualitas nalar dan jiwa tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut penokohan.
Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh tersebut, sedangkan perwatakan berhubungan dengan bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penokohan adalah penggambaran atau pelukisan mengenai tokoh cerita baik lahirnya maupun batinnya oleh seorang pengarang. Menurut Nurgiyantoro (1995:194-210) ada dua penggambaran perwatakan dalam prosa fiksi yaitu sebagai berikut:
1. Secara eksplositori
Teknik eksplositori sering juga disebut sebagai teknik analitis, yaitu pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan diskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya yang mungkin berupa sikap, sifat watak, tingkah laku atau bahkan ciri fisiknya.
2. Secara dramatik
Penampilan tokoh cerita dalan teknik dramatik dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Wujud penggambaran teknik dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, di antaranya adalah:
a. Teknik cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.
b. Teknik tingkah laku
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya.
c. Teknik pikiran dan perasaan
Pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya juga. Bahkan pada hakikatnya, pikiran dan perasaannyalah yang kemudian diejawantahkan menjadi tingkah laku verbal dan nonverbal.
d. Teknik arus kesadaran
Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, dimana tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams dalam Nurgiyantoro 1995:206).
e. Teknik reaksi tokoh lain
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa rangsangan dari luar diri tokoh yang bersangkutan.
f. Teknik pelukisan latar
Suasana latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh.
g. Teknik pelukisan fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Misalnya, bibir tipis menyaran pada sifat ceriwis dan bawel.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penokohan dapat diwujudkan dengan cara langsung dan cara tidak langsung. Secara langsung berarti pengarang secara langsung mengungkap watak tokoh dalam ceritanya. Sedangkan secara tidak langsung, pengarang hanya menampilkan pikiran-pikiran, ide-ide, pandangan hidup, perbuatan, keadaan fisik, dan ucapan-ucapannya dalam sebuah cerita. Dengan demikian penggambaran watak secara tidak langsung pembacalah yang menyimpulkan watak tokoh dalam cerita yang dibacanya
6.Gaya
Bahasa
Menurut Keraf (2004: 112) gaya atau khususnya
gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Gaya bahasa
atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata
yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frase atau klausa tertentu
untuk menghadapi situasi tertentu. Sedangkan menurut Tarigan (1985: 5). Secara
singkat dapat dikatakan bahwa “gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis
(pemakaian bahasa).
Bila dilihat secara umum, dapat dikatakan
bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa,
tingkah laku, berpakaian dan sebagainya. Gaya bahasa dapat digunakan untuk
menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang memperggunakan bahasa itu.
Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya.
Pada dasarnya definisi tentang gaya bahasa
tersebut di atas memiliki kesamaan. Gaya bahasa juga dipahami sebagai
pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau
menulis. Adapun macam-macam gaya bahasa menurut Tarigan (1985: 8) adalah
sebagai berikut.
1. Gaya Bahasa Perbandingan
a. Gaya
Bahasa Perumpamaan
Perumpamaan
adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya bertalian dan yang sengaja
kita anggap sama.
Contoh
: Seperti air dengan minyak.
b. Gaya
Bahasa Metafora
Metafora
adalah perbandingan yang implisit di antara dua hal yang berbeda.
Contoh
: Tak ada gunanya berdebat dengan orang yang berkepala batu.
c. Gaya
Bahasa Personifikasi
Personifikasi
adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat insani kepada barang yang tak bernyawa
dan ide yang abstrak.
Contoh
: Daun pohon kelapa melambai-lambai di tepi pantai.
d. Gaya
Bahasa Depersonifikasi
Depersonifikasi
adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat benda pada manusia atau insani.
Contoh
: Andai kamu menjadi langit, maka dia menjadi tanah.
e. Gaya
Bahasa Alegori
Alegori
adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang; merupakan metafora yang
diperluas.
Contoh
: Si jago merah telah pergi, tinggal asap menyapu runtuhan di pasar minggu.
f. Gaya
Bahasa Antitesis
Antitesis
adalah gaya bahasa yang megadakan perbandingan antara dua antonim.
Contoh
: Gadis yang secantik si Ida diperistri oleh si Dedi yang
jelek itu.
g. Gaya
Bahasa Pleonasme
Pleonasme
adalah pemakaian kata yang berlebihan dan bila kata yang berlebihan itu
dihilangkan artinya tetap utuh.
Contoh
: Ayah telah menyaksikan kecelakaan tersebut dengan mata kepalanya sendiri.
h. Gaya
Bahasa Perifrasisi
Perifrasis
agak mirip dengan pleonasme, dan kata yang berlebihan itu dapat diganti dengan
satu kata saja.
Contoh
: Ayahanda telah tidur dengan tenang dan beristirahat dengan damai buat
selama-lamanya (= meninggal atau berpulang).
i. Gaya
Bahasa Antisipasi
Antisipasi
adalah gaya bahasa yang berwujud mempergunakan lebih dahulu satu atau beberapa
kata sebelum gagasan atau peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Contoh
: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari Bapak Bupati.
j. Gaya
Bahasa Koreksio
Koreksio
adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi kemudian diperbaiki
atau dikoreksi.
Contoh
: Dia benar-benar mencintai Tetty, eh bukan, tapi Terry.
2. Gaya Bahasa
Pertentangan
a. Gaya
Bahasa Hiperbola
Hiperbola
adalah gaya bahasa yang merupakan ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang
sebenarnya dimaksudkan : jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya.
Contoh
: Tabungannya berjuta-juta, emasnya berkilo-kilo, sawahnya berhektar-hektar
sebagai penganti dia orang kaya.
b. Gaya
Bahasa Litotes
Litotes
adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi
dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri.
Contoh
: Hasil usahanya tidaklah mengecewakan.
c. Gaya
Bahasa Ironi
Ironi
adalah gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud
berolok-olok.
Contoh
: Aduh, bersihnya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di
lantai.
d. Gaya
Bahasa Oksimoron
Oksimoron
adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata
yang berlawanan dalam frase yang sama.
Contoh
: Di satu pihak film memang merupakan sarana penting bagi
pendidikan, tetapi dipihak lain dapat merusak moral para
penonton, tergantung dari nilai dan bobot film yang bersangkutan.
e. Gaya
Bahasa Paronomasia
Paronomasia
adalah gaya bahasa yang berisi pengajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi
bermakna lain.
Contoh
: Mari kita kubik beramai-ramai kacang tanah yang
setengahkubik banyaknya ini.
f. Gaya
Bahasa Paralipsis
Paralipsisi
adalah gaya bahasa yang merupakan satu formula yang dipergunakan sebagai saran
untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam
kalimat itu sendiri.
Contoh
: Semoga Tuhan Yang Mahakuasa menolak doa kita ini, (maaf) bukan,
maksud saya mengabulkannya.
g. Gaya
Bahasa Inuendo
Inuendo
adalah gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang
sebenarnya.
Contoh
: Abangku sedikit gemuk karena terlalu kebanyakan makan daging berlemak.
h. Gaya
Bahasa Antifrasis
Antifrasis
adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna
kebalikannya.
Contoh
: Memang engkau orang pintar!
i. Gaya
Bahasa Paradoks
Paradoks
adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta
yang ada.
Contoh
: Teman akrab ada kalanya merupakan musuh.
j. Gaya
Bahasa Klimaks
Klimaks
adalah gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang makin lama makin
mengandung penekanan.
Contoh
: Dari kecil sampai dewasa, bahkan sampai setua ini saya belum pernah naik
peawat terbang.
k. Gaya
Bahasa Antiklimaks
Antiklimaks
adalah gaya bahasa yang berisi gagasan-gagasan yang berturut-turut kian
berkurang kepentingannya.
Contoh
: Mereka akan mengakui betapa besarnya jasa orang tua mereka, apabila mereka
mengenangkan penderitaan, kegigihan orang tua itu mengasuh dan mendidik
mereka.
l. Gaya
Bahasa Apostrof
Apostrof
adalah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang
tidak hadir.
Contoh
: Wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan
bawah, lindungilah warga desaku ini.
m. Gaya
Bahasa Apofasis
Apofasis
adalah gaya bahasa yang menegaskan sesuatu tetapi tampaknya menyangkalnya.
Contoh
: Kami tidak tega mendengar cibiran tetangga bahwa kamulah yang mencuri mobil
sedan itu.
n. Gaya
Bahasa Hipalase
Hipalase
adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara
dua komponen gagasan.
Contoh
: Nenek tidur di atas sebuah kasur yang nyenyak. (yang tidur nyenyak adalah
nenek, bukan kasurnya).
o. Gaya
Bahasa Sinisme
Sinisme
adalah gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
Contoh
: Memang Pak Dukunlah orangnya, yang dapat menghidupkan orang yang telah mati,
apalagi mematikan orang yang masih hidup !
p. Gaya
Bahasa Sarkasme
Sarkasme
adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakitkan
hati.
Contoh
: Mulutmu harimaumu.
3. Gaya Bahasa
Pertautan
a. Gaya
Bahasa Metonimia
Metonimia
adalah gaya bahasa yang memakai nama cirri atau nama hal yang ditautkan dengan
nama orang, barang, atau hal, sebagai pengantinya.
Contoh
: Terkadang pena justru lebih tajam daripada pedang.
b. Gaya
Bahasa Sinekdoke
Sinekdoke
adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama
keseluruhannya atau sebaliknya.
Contoh
: Aduh, ke mana kamu buat matamu ?
c. Gaya
Bahasa Alusi
Alusi
adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau
tokoh berdasarkan peranggapan adanya pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang
dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu.
Contoh
: Kita harus memperjuangkan dengan sekuat daya agar anak-anak Indonesia tidak
sempat di Arie Hanggara kan lagi. (maksudnya suatu peristiwa yang
sangat memilukan hati dan tidak berperikemanusiaan).
d. Gaya
Bahasa Eponim
Eponim
adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menanyakan
sifat.
Contoh
: Kita tidak menyangka sedikit pun bahwa Dewi Fortuna berada di pihak
tim mereka pada pertandingan ini.
e. Gaya
Bahasa Epitet
Epitet
adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri
khas dari seseorang atau sesuatu hal.
Contoh
: Putri malam menyambut kedatangan para remaja yang sedang dimabuk
asmara.
(putri
malam= bulan)
f. Gaya
Bahasa Antonomasia
Antonomasia
adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai penganti
nama diri.
Contoh
: Rakyat mengharapkan agar Yang Mulia dapat menghadiri upacara itu.
g. Gaya
Bahasa Erotesis
Erotesis
adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau
pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan
yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban.
Contoh
: Apakah sudah wajar bila kesalahan atau kegagalan itu ditimpakan seluruhnya
kepada para guru ?
h. Gaya
Bahasa Paralelisme
Paralelisme
adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata
atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang
sama.
Contoh
: Bukan saja para guru yang bertanggung jawab atas pendidikan para siswa,
tetapi juga harus ditunjang oleh parah orang tua dengan cara mengawasi
pelajaran anak-anak di rumah.
i. Gaya
Bahasa Gradasi
Gradasi
adalah gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan (paling sedikit
tiga) kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai satu
atau beberapa ciri semantik secara umum dan yang diantaranya paling sedikit
satu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif.
Contoh
: Aku mempersembahkan cintaku padamu, cinta yang bersih dan suci; suci
murni tanpa noda; noda yang selalu kujauhi dalam hidup ini; hidup yang
berpedomankan perintah Tuhan; Tuhan pencipta alam semesta yang kupuja selama
hidupku.
j. Gaya
Bahasa Asindeton
Asindeton
adalah gaya bahasa yang berupa acuan di mana beberapa kata, frase, atau klausa
yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
Contoh
: Ayah, ibu, anak, merupakan inti suatu keluarga.
k. Gaya
Bahasa Polisindeton
Polisindeton
adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton yang berupa acuan di
mana beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama
lain dengan kata-kata sambung.
Contoh
: Saya membeli buku dan majalah dan Koran dari toko itu.
4. Gaya Bahasa
Perulangan
a. Gaya
Bahasa Asonansi
Asonansi
adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan bunyi vocal yang
sama.
Contoh
:
Lain Bangkahulu
Lain Semarang
Lain dahulu
Lain sekarang
b. Gaya
Bahasa Antanaklasis
Antanaklasis
adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata yang sama
bunyi dengan makna yang berbeda.
Contoh
: Saya selalu membawa buah tangan buat buah hati saya,
kalau saya pulang dari luar kota.
c. Gaya
Bahasa Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus
merupakan inversi antara dua kata dalam satu kalimat.
Contoh
: Yang kaya merasa dirinya miskin, sedangkan
yang miskin justru merasa dirinya kaya.
d. Gaya
Bahasa Epizeukis
Epizeukis
adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan langsung atas kata
yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut.
Contoh
: Ingat, kamu harus bertobat, bertobat, sekali lagi bertobat agar dosa-dosamu
diampuni oleh Tuhan Yang Mahakuasa dan Maha Pengasih.
e. Gaya
Bahasa Tautotes
Tautotes
adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan atas sebuah kata dalam
sebuah konstruksi.
Contoh
: Dia memuji kau, kau memuji dia, dia dan kau saling memuji, kau dan dia saling
menghargai.
f. Gaya
Bahasa Anafora
Anaphora
adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap
baris atau setiap kalimat.
Contoh
: Dengan giat belajar kamu bisa memasuki perguruan tinggi.Dengan
giat belajar segala ujianmu dapat kamu selesaikan. Dengan giat
belajar kamu dapat menjadi sarjana. Dengan giat belajar kamu
dapat mencapai cita-citamu.
g. Gaya
Bahasa Epistrofa
Epistrofa
adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada
akhir baris atau kalimat berurutan.
Contoh
:
Kemarin adalah hari ini
Besok adalah hari ini
Hidup adalah hari ini
Segala sesuatu adalah hari ini
h. Gaya
Bahasa Simploke
Simploke
adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir
beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
Contoh
:
kamu bilang hidup ini brengsek. Aku
bilang biarin
kamu bilang hidup ini nggak punya
arti. Aku bilang biarin
kamu
bilang aku nggak punya kepribadian. Aku bilang biarin
kamu
bilang aku nggak punya pengertian. Aku bilang biarin
i. Gaya
Bahasa Epanalepsis
Epanalepsis
adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama menjadi
terakhir dalam klausa dan kalimat.
Contoh
: Kami sama sekali tidak melupakan amanat nenek kami.
7.Amanat
Amanat ialah
pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat
biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan.
Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang
ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.
Contoh
:
Kemudian
Pak Balam menutup matanya kembali, memandang mencari muka Wak Katok, dan ketika
pandangan mereka bertaut, Pak Balam berkata kepada Wak Katok, " Akuilah
dosa-dosamu, Wak Katok, dan sujudlah ke hadirat Tuhan, mintalah ampun kepada
Tuhan Yang Maha Penyayang dan Maha Pengampun, akuilah dosa-dosamu, juga kalian,
supaya kalian selamat keluar dari rimba ini, terjauh dari rimba ini, terjauh
dari bahaya yang dibawa harimau... biarlah aku yang jadi korban ... "
Harimau-Harimau, Muchtar
Lubis
Amanat yang terkandung dalam kutipan tersebut adalah " Bertaubat
dan minta ampunan atas dosa yang telah diperbuat, pasti Tuhan akan
mengampuninya, dan hidupmu akan selamat. "
:) :D :( :-o @@, :s :wow: 8) :x :P :| ;) :lol: :oops: :cry: :evil: :twisted: :roll: :!: :?: :idea: :arrow: :mrgreen: :-d
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon